Dari Bahan yang Dibuang, UKM Ini Raup Untung
Keuntungan bisa diperoleh dari
kreasi dan kepandaian membaca pasar maupun kesempatan.
Hal itu dibuktikan oleh Sholihin dan
Ishaq Wahyudi. Kedua orang ini dengan jeli memanfaatkan dan mengolah
barang-barang yang dianggap sudah tidak berguna lagi, sehingga menjadi sesuatu
yang bernilai.
Sholihin memulai pekerjaan sebagai
perajin sandal pada tahun 2004 yang membuatnya memiliki keterampilan menjahit.
Pria asal Cepu, Jawa Tengah yang
kini berdomisili di Denpasar, Bali ini kemudian nekat memulai usaha sendiri
dengan keterampilan menjahit yang dimilikinya, yakni membuat dompet kain pada
tahun 2005.
Dompet buatannya tersebut dipasarkan
di sebuah artshop atau toko benda seni yang menjadi langgannya hingga
kini.
Di toko seni tersebutlah ia bertemu
untuk pertama kalinya dengan seseorang dari mancanegara yang membuka
kesempatannya untuk memasarkan produk untuk pasar ekspor.
Sholihin pun kini memproduksi
berbagai benda kerajinan yang seluruhnya dipasarkan di luar negeri. Ia membuat
tas dari bahan-bahan yang selama ini dianggap sampah yang tak berguna, seperti
karung goni bekas cengkeh, kantong tepung terigu, hingga ban dalam mobil yang
dikreasikannya menjadi tas modis dan bernilai tinggi.
"Tas bekas kantong terigu itu
pesanan dari Spanyol. Tas karung goni bekas cengkeh diekspor ke Perancis, ini
unik karena tasnya masih ada aroma cengkeh, pembeli di sana suka karena
eksotis. Ada juga tas kecil yang tiap tahun dipesan dari Kanada, saya bisa
membuat sampai 25.000 buah," kata Sholihin di kediamannya di Denpasar,
akhir pekan lalu.
Tidak hanya itu, Sholihin dan sang
istri, Atin, pun memproduksi tirai yang terbuat dari bahan serupa kaleng bekas
minuman yang merupakan pesanan dari sebuah toko kerajinan di Ubud, Bali.
Ia menjelaskan, tirai tersebut hanya
dijual di kedua toko tersebut dan dibeli oleh para turis asing, umumnya dari
Belanda.
Lain lagi dengan Ishaq Wahyudi yang
memproduksi kerupuk kulit atau rambak ikan tuna. Menurut Ishaq, selama ini
kulit ikan tuna seringkali menjadi sampah lantaran tidak turut diolah sebagai
hidangan.
Setelah mencoba menciptakan kreasi,
ia pun berlabuh pada kreasi kerupuk rambak ikan. Kreasi kerupuk rambak ikan
produksi Ishaq pun tidak langsung digemari konsumen.
Awalnya, Ishaq mengaku, banyak orang
yang tidak percaya bahwa kulit ikan dapat diolah menjadi panganan yang rasanya
enak dan gurih.
"Awalnya banyak yang enggak
percaya kalau ini tidak enak. Sekarang saya bisa produksi 100.000 bungkus per
hari. Karyawan saya sudah 9 orang," ujar Ishaq penuh semangat.
Menurut Ishaq, ada beberapa
kelebihan kerupuk rambak ikan produksinya ketimbang produk kerupuk sejenis. Ia
menjelaskan, kerupuk rambak ikan produksinya melalui proses penggorengan hingga
kering dan sebelumnya pun telah dikeringkan.
"Yang lain itu (kulit ikan)
masih basah, dikasih bumbu, lalu digoreng. Kalau ini lebih enak karena setelah
dikeringkan digoreng lagi sampai kering. Kalau yang masih basah itu nanti agak
amis. Produk saya sudah sampai ke seluruh Denpasar dan Gianyar," jelas
Ishaq.
Sholihin dan Ishaq sama-sama
memiliki pola kerja yang serupa dalam merintis, menjalani, dan mengembangkan
usaha. Keduanya tidak takut untuk berinovasi dalam mencipta produk yang unik.
Selain itu, keduanya pun tidak takut untuk menciptakan dan menjual produk yang
unik dan berbeda, hingga akhirnya memperoleh kesuksesan.
Penulis
|
: Sakina Rakhma Diah Setiawan
|
Editor
|
: Erlangga Djumena
|
Dikutip dari Kompas.com
|
0 komentar (comment):
Posting Komentar